BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kewajiban
zakat dalam islam memiliki makna yang sangat fundamental. Selain berkaitan erat
dengan aspek-aspek ketuhanan, juga ekonomi dan social. Di antara aspek-aspek
ketuhanan (transcendental adalah banyaknya ayat-ayat al-qur’an yang menyebut
masalah zakat, termasuk di antaranya 27 ayat yang menyandingkan kewajiban zakat
dengan kewajiban shalat secara bersamaan.[1]
“Dan
perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan
Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di
dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan
buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiramiya, maka hujan gerimis
(pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.[2]
Ayat
di atas menggambarkan orang yang mengeluarkan hartanya di jalan Allah bagaikan
menanam di sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi, ia akan memperoleh
hasilnya dua kali lipat dalam setahun. Kebun tersebut mendapatkan curah hujan
yang cukup, atau hujan memadai. Demikian pula halnya orang yang mengeluarkan
zakat atau infak, ia akan memetik hasilnya berlipat ganda, memperoleh pahala
dan memperoleh keberkahan harta yang dizakati. Adapun besar dan kecilnya pahala
dan berkah yang akan dipetik, tentu sesuai dengan amal yang diberikan, pahala
dan keberkahannya tidak akan terputus.
Bagi
orang mu’min menyadari sepenuhnya bahwa harta yang ada adalah milik Allah.
Manusia hanyalah pemegang amanat sementara yang diberi tugas untuk mengelola. Seorang
hamba sebagai pemegang amanat melaksanakan kewajiban tersebut dapat dipandang
sebagai pemenuhan terhadap hak-hak Allah atau sebagai pernyataan rasa syukur
atas kepercayaan yang diberikan kepadanya. Ia tidak dapat hidup sebagai manusia
tanpa bantuan masyarakatnya.
B. Rumusan Masalah
Adapun
rumusam masalah yang akan kami utarakan yaitu ;
1. Apakah
pengertian zakat itu ?
2. Apakah
hikma dari zakat ?
3. Apakah
tujuan dari zakat ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui sumber-sumber yang membahas tentang pentingnya zakat.
2. Untuk
Memahami hikma dari zakat.
3. Untuk
Mengetahui tujuan zakat dari zakat tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian zakat.
I. Menurut Bahasa
Ditinjau
dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-barakatu
‘keberkahan’, al-namaa ‘pertumbuhan dan perkembangan’, at-thaharatu ‘kesucian’,
dan ash-salahu ‘keberesan’.[3]
1. (Al-Barakah)
Firman Allah Ta’ala (yang artinya) : “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan
maka Allah akan menggantinya”[4]
2. (Namaa’)
Firman Allah Ta’ala (yang artinya) : “Allah memusnahkan ribaa’ dan menyuburkan
sedekah”[5]
3. (Thaharah)
Firman Allah Ta’ala (yang artinya) : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.”[6]
II. Menurut Hukum (Istilah
syara’)
Ditinjau
dari istilah, meskipun para ulama mengemukakannya dengan redaksi yang agak
berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama,
yaitu bahwa zakat itu adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu,
yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang
berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.[7]
Dari
kedua pengertian tersebut di atas mempunyai hubungan yang sangat erat baik dari
bahasa maupun istilah yaitu perintah tentang setiap harta yang dimiliki harus
dikeluarkaan zakatnya, hal ini di jelaskan secara nyata dalam surah at-taubah;
103 dan surah ar-ruum; 39. Dengan harta yang dikeluarkan zakatnya menjadi
berkah, tumbuh, berkembang, bertambah dan suci.
Ada beberap pendapat para ulama
tentang zakat :
1. Pendapatnya
Al-Hafidz Ibnu Hajar : “Memberikan sebagian dari harta yang sejenis yang sudah
sampai nashab selama setahun dan diberikan kepada orang fakir dan semisalnya
yang bukan dari Bani Hasyim dan Bani Muthalib.”
2. Pendapat
Ibnu Taimiyah : “Memberikan bagian tertentu dari harta yang berkembang jika
sudah sampai nishob untuk keperluan tertentu.”
3. Pendapat
Syaikh Abdullah Al-Bassaam : “Hak wajib dari harta tertentu, untuk golongan
tertentu pada waktu tertentu.”
III. Zakat Dalam Bahasa
Al-Qur’an
Sedangkan
Al-Qur’an Al-Karim kata zakat disebut tiga puluh kali di dalam Quran, di
antaranya dua puluh tujuh kali disebutkan dalam satu ayat bersama shalat, dan
hanya satu kali disebutkan dalam konteks yang sama dengan shalat tetapi tidak
didalam satu ayat,[8]
yaitu firmannya: Dan orang-orang yang giat menunaikan zakat, setelah ayat:
Orang-orang yang khusyu dalam bershalat.[9]
menyebutkan tentang zakat dengan berbagai ungkapan, terkadang dengan ungkapan
zakat, shadaqah, infaq.
1. ZakatUngkapan
ini paling banyak disebutkan bahkan sering digabungkan dengan perintah shalat Firman
Allah Ta’ala (yang artinya) : “Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan
rukulah beserta orang-orang yang ruku” [10]
2. Shadaqah Firman Allah Ta’ala (yang artinya) :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu …” [11]
3. Infaq
Firman Allah Ta’ala (yang artinya) : “Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan
sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” [12]
B. Hikmah zakat
Kewajiban zakat
dan dorongan untuk terus menerus berinfaq dan bershadaqah yang demikian mutlak
dan tegas itu, disebabkan karena di dalam ibadah ini terkandung berbagai hikmah
dan manfaat yang demikian besar dan mulia, baik, bagi orang yang harus berzakat
(Muzakki), penerima (mustahik) maupun masyarakat keseluruhan,[13]
antara lain tersimpul sebagai berikut :
1.
Pertama, Sebagai perwujudan iman kepada
Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan memiliki rasa
kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan
ketenangan hidup, sekaligus mengembangkan harta yang dimiliki.
2.
Kedua, Menolong, membantu dan membina
kaum dhuafa (orang yang lemah secara ekonomi) maupun mustahik lainnya kearah
kehidupannnya yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT,
terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus memeberantas sifat iri, dengki dan
hasad yang mungkin timbul ketika mereka (orang-orang fakir miskin) melihat
orang kaya yang berkecukupan hidupnya tidak memperdulikan mereka.
3.
Ketiga, Untuk mewujudkan keseimbangan
dalam kepemilikan dan distribusi harta. Dengan zakat dikelola dengan baik,
dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan.
4.
Keempat, Sebagai sumber dana bagi
pembangunan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan oleh ummat Islam, seperti
saran ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi, sekaligus sarana
pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) muslim.
5.
Kelima, Menyebarkan dan memasyarakatkan
etika bisnis yang baik dan benar.
C. Tujuan zakat
Tujuan zakat adalah untuk mencapai keadilan sosial ekonomi.
Zakat merupakan transfer sederhana dari bagian dengan ukuran tertentu harta si
kaya untuk dialokasikan kepada si miskin sehingga terjadi keadilan..
Para cendekiawan muslim banyak yang menerangkan tentang
tujuan-tujuan zakat, baik secara umum yang menyangkut tatanan ekonomi, sosial,
dan kenegaraan maupun secara khusus yang ditinjau dari tujuan-tujuan nash
secara eksplisit.
1.
Menyucikan
harta dan jiwa muzakki.
2.
Mengangkat
derajat fakir miskin.
3.
Membentangkan
dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada umumnya.
4.
Menghilangkan
sifat kikir para pemilik harta.
5.
Menghilangkan
sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang miskin.
6.
Menjembatani
jurang antara si kaya dengan si miskin di dalam masyarakat agar tidak ada kesenjangan
di antara keduanya.
7.
Mengembangkan
rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang, terutama bagi yang memiliki
harta.
8.
Zakat
merupakan manifestasi syukur atas Nikmat Allah.
9.
Membebaskan
si penerima (mustahiq) dari kebutuhan, sehingga dapat merasa hidup tenteram dan
dapat meningkatkan kekhusyukan ibadat kepada Allah SWT.
10. Sarana pemerataan pendapatan untuk
mencapai keadilan sosial.
Oleh sebab itu, segeralah kalkulasi harta Anda. Jika
memenuhi syarat kewajiban zakat, segera tunaikan. Namun, dalam penghitungannya
Anda mesti mengacu kepada jenis harta Anda, apakah harta perdagangan, harta
tunai, peternakan, pertanian, industri, dan lain sebagainya. Semua jenis ini
dihitung dengan kalkulasi tertentu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Pilar utama dan pertama dari
perekonomian islam yang disebutkan dalam al-quran adalah mekanisme fiscal zakat
yang menjadi syarat dalam perekonomian ini.
Zakat merupakan pungutan wajib atas individu yang
memiliki harta wajib zakat yang melebihi nishab (muzakki), dan didistribusikan
kepada delapan golongan penerima zakat (mustahik), yaitu: fakir, miskin, fi
sabilillah, ibnusabil, amil, gharimin, hamba sahaya dan muallaf.
Hikma dari zakat tidak terjadinya
kecemburuan sosial dari mustahik dan dengan terjaling rasa saling memilki
antara muzakki dan mustahik maupun msayarakat keseluruhan.
Tujuan
dari zakat agar tidak terjadi
kesenjangan ekonomi dan untuk mencapai keadilan sosial.
B. Saran.
Pilar utama dan pertama dari
perekonomian Islam yang di sebutkan dalam al-qur’an adalah mekanisme fiscal
yang menjadi syarat dalam perekonomian. Dari
pengertian zakat, hikma zakat dan
tujuan zakat tentunya kita menjadi tahu bahwa zakat sangat penting terutama
dalam perekonomian kita karena penerapan zakat mempunyai beberapa implikasi di
berbagai segi kehidupan, antara lain ;
- Memenuhi kebutuhan masyarakat yang kekurangan sehingga tidak terjadi lagi yang kelaparan atau lebih kenal dengan busung lapar.
- Memperkcil jurang kesenjangan ekonomi.
- Menekan jumlah permasalahan social; kriminalitas, pelacuran, gelandangan, pengemis dan lain-lain.
- Menjaga kemampuan beli masyarakat agar dapat memeliharasektor usaha. Dengan kata lain zakat menjaga konsumsi pada tingkat yang minimal sehingga perekonomian terus berjalan.
- Mendorong masyarakat untuk terus berinvestasi, tidak menumpuk hartanya.
Jadi,
dengan adanya pengelolaan zakat yang baik maka tidak ada lagi kesenjangan
ekonomi yang terjadi di sekitar kita. Demiikian pula dengan para mustahik agar
patuh membayar zakatnya apabila tiba pada waktunya.
DAFTAR PUSTAKA
Hafidhuddin, Didin,
zakat dalam perekonomian modern, Jakarta: Gema insani, 2002.
Nuruddin, zakat sebagai
instrumen dalam kebijakan fiskal, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2006.
Yusuf, Qardawi, hukun
zakat, Beirut: muassasat ar-risalah, 1973
http://www.lazyaumil.org/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=8
[1]
Nuruddin, zakat sebagai instrumen dalam kebijkan fiscal, (Jakarta; PT
rajagrafindo persada, 2006),halm 1
[2]
Qur’an, 2: 265
[3]
Didn Hafidhuddin,zakat dalam perekonomian modern, (Jakarta,gema insani, 2002),
hlm 7
[4]
Qur’an, saba: 39
[5]
Qur’an, Al-baqarah: 276
[6]
Qur’an, at-taubah 103
[7]
Ibid, halm 7
[8]
Yusuf Qardawi, hukum zakat, (Beirut, muassasat ar-risalah, 1973), halm 39
[9]
Quran, 24: 2,4
[10]
Quran, 2:43
[11]
Quran, 10: 103
[12]
Quran, 1: 267
[13]
Lihat, zakat dalam perekonomian modern, halm 10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar